Tiga Puluh Dua Kilometer Persegi : Tanah Para Patriot, Bumi Sang Proklamator

Video disunting melalui Aplikasi Canva


Pada tanggal 1 April 1906; menurut laman Website Pemerintah Kota Blitar, demi meredam perlawanan rakyat, pemerintahan Kolonial Belanda membentuk Gemeente Blitar. Sebutan ini sempat berganti menjadi Residen Blitar pada tahun 1928, kemudian Blitar Shi pada tahun 1942 dan diresmikan namanya sebagai Kota Blitar pada tahun 1945. Namun, segenap perubahan itu senantiasa diiringi satu hal : 

"Perlawanan Rakyat terhadap Penjajahan dan Penindasan".

Meski bukan asli kelahiran kota ini, namun sejak usia hampir dua tahun, Ummi beserta keluarga menetap di Kota Patria (sebutan lain Kota Blitar). Tumbuh, berkembang dan merasai identitas sebagai warga Bumi Bung Karno. Menyecap jati diri selaku wong Jawa Matraman, yang konon halus perangainya serta teguh memegang prinsip. Hingga, mencintai seluruh budaya, kuliner dan kehangatan masyarakat Kota Blitar.


Kota kami, Bumi Bung Karno, memang 'hanya' seluas kisaran 32 km2. Meski demikian, daerah yang terdiri dari 3 kecamatan dan 21 kelurahan ini memiliki berbagai kisah heroik serta inspiratif.

Sebut saja keuletan Nilasuwarna, atau kelak dikenal sebagai Adipati Aryo Blitar 1, yang membabat tanah Kadipaten Blitar. Lantas, menurut Buku Jejak-jejak Penyebaran Islam di Kota Blitar karya Ibu Indah Iriani, wilayah ini juga merupakan salah satu jalur pergerakan Laskar Pangeran Diponegoro. Sebab kemiripan kondisi geografis dengan daerah asal mereka, yang dekat dengan gunung berapi. Laskar Diponegoro yang dinaungi Gunung Merapi, dan Kota Blitar yang dekat dengan Gunung Kelud. Hingga, puncaknya, Kota Blitar juga mewangi tersebab Pemberontakan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dipimpin oleh Sodanco Soeprijadi.



Pemerintah Kota Blitar memiliki apresiasi yang tinggi terhadap sejarah, perjuangan dan pengorbanan para pendahulu. Demi mengenang momentum terbentuknya Gemeente Blitar, yang kelak dinisbatkan sebagai Hari Jadi Kota Blitar pada setiap tanggal 1 April; maka, tanggal 1 tiap bulannya, seluruh karyawan, karyawati dan para pelajar mengenakan baju adat khas Jawa Matraman.

Ummi menyebut rutinan mengenakan pakaian adat ini sebagai : perpaduan kelembutan dan kesantunan. Kenapa? Sejenak, simak kisah berikut, yuk.

Seorang ulama Saudi menegur lelaki yang memakai gamis bernuansa kearaban di Irak. Sang lelaki berdalih sedang mengamalkan sunnah, namun sang ulama mengatakan hal itu dekat dengan kesombongan. Sebab, menyelisihi baju adat setempat.

Ummi menangkap dari kisah tersebut, bahwa kita disarankan untuk berlembut-lembut menyajikan kesantunan risalah Baginda Rasulullah . Sebab Allah Maha Lembut dan Maha Santun.

Jika diamalkan pada Bumi Bung Karno, mungkin perpaduan kelembutan Islam dan kesantunan budaya Jawa; adalah rutinan memakai baju adat, bagi instansi dan sekolah, tiap tanggal 1. Para pegawai perempuan dan siswi muslimah santun berkerudung, namun tetap berjati diri Mataraman.

Rutinan mengenakan baju adat setempat ini juga merupakan wujud program Serenada. Akronim Sekolah Religius, Nasionalis dan Berbudaya. Hingga masyarakat Kota Blitar tetap bisa menjalankan syariat Islam, tanpa menggerus identitas sebagai kepribadian Jawa dan nafas kecintaan terhadap Nusantara.

Gambar : Mbak Yasmin (putri ketiga Ummi) dan Dedek Nara (putra sulung Tabi) sebelum berangkat sekolah, pada suatu pagi tanggal 1


Apresiasi selanjutnya Pemerintah Kota Blitar terhadap perjuangan para pahlawan adalah dengan menetapkan Hari Cinta Tanah Air pada tanggal 14 Februari. Ini demi mengenang pemberontakan terhadap Penjajahan Jepang, yang dilakukan Sodanco Soeprijadi dan kawan-kawan pada tahun 1945.

Maka, sejak tahun 2023, selain teatrikal pemberontakan Tentara PETA pada tanggal 14 Februari malam, yang rutin diselenggarakan tiap tahun. Sebelumnya, pada pagi hari, kami mengenakan atasan kaos putih, bawahan gelap dan ikat kepala merah putih. Lantas, melaksanakan upacara untuk mengenang jasa para pejuang kemerdekaan bangsa. Sebagai kearifan lokal, memperingati Hari Cinta Tanah Air. Sekaligus, menjadi pembelajaran bagi generasi muda, supaya tidak melulu merayakan 14 Februari sebagai hari kasih sayang. Menyia-nyiakan masa remaja dengan kegiatan kurang bermanfaat, serta tidak mencerminkan kepribadian bangsa.


Tagline Hari Jadi Kota Blitar tahun ini, sungguh merupakan afirmasi positif. Mewujud nyala semangat dan optimisme kami.

"Saiyeg Saekà Prayà. Hanggayuh Mulyaning Kuthà"

Tema ini mengandung makna bahwa dengan semangat sinergitas, kerjasama dan gotong royong; maka segenap cita-cita mulia Kota Blitar dapat kita gapai bersama.


Selamat ulang tahun ke 117, Kota 32 kilometer persegi. Tanah Para Patriot. Bumi Sang Proklamator.

Semoga keluasan inspirasi dari para patriotmu dan peristirahatan terakhir dikebumikannya Bapak Pendiri Bangsa; menyematkan tekad dan semangat membangun negeri ini pula bagi kami. Aamiin Yaa Rabb.

ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ
مَاشَاءَ اللهُ تَبَارَكَ اللهُ


Komentar

  1. Luar biasa karyanya dan berkarya sampai ujung pena berhenti untuk meneteskan tintanya

    BalasHapus
  2. Masyaa Allah nggeh siap terima kasih. Insyaa Allah

    BalasHapus

Posting Komentar

Sila tinggalkan jejak komentar, saran, masukan, kritik dan segenap tanggapan. Ummi tidak setiap hari memeriksa blog ini. Namun, insyaa Allah diusahakan membalas semampunya apabila senggang. Terima kasih atas kunjungannya :)

Postingan Populer