Alumni Wanita Praja dan Makna Ketangguhan

Sebelum menulis sedikit tentang pernak-pernik kami sebagai Alumni Wanita Praja Ksatrian APDN-STPDN-IPDN, Ummi hendak menghaturkan syukur dan terima kasih. Hampir dua bulan usia website RantauAnggun.com, alhamdulillaah biidznillaah telah dikunjungi lebih dari 1.800 pembaca. Semoga, ada manfaat dari narasi maupun esai yang tak seberapa ini ya. Sekaligus penawar tentang sisi lain Kawah Candradimuka, yang mungkin tak banyak diketahui masyarakat.

Juga, karena hari ini masih dalam suasana Lebaran, Ummi sekeluarga mengucapkan Selamat Idul Fitri 1444 Hijriyah. تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ وَجْعَلْنَا اللَّهُ وَ اِيَّكُمْ مِنَالْعَائِدِين وَالْفَائِزِين Mohon maaf lahir dan batin.

Nah, tadi siang Ummi berjumpa dengan Ayunda Adinda Alumni Wanita Praja Ksatrian, setelah beberapa bulan tidak bertemu. Nggak, bukannya sibuk atau apa. Hanya memang agak sukar menyesuaikan agenda kami selaku ibu, istri dan abdi negara. Jadi, jarang banget bisa ketemu dalam formasi lengkap. Paling full pernah, minus satu orang saja. Biasanya malah bisa empat atau lima orang absen. Gapapa lah ya, yang penting niatnya silaturahim. Baik yang bisa datang atau tidak. 😊







Dalam bingkai : Karena jarang bersua, maka tiap pertemuan adalah oase jiwa. Tiap percakapan adalah permata kata. Tiap canda adalah penyejuk raga.

Berbincang tentang positive vibes Alumni Wanita Praja. Maka, diri ini bercermin pada 20 tahun silam,di mana Ummi merupakan sosok yang jauh dari kematangan sikap, pola pikir dan hati. Seperti pemudi pada umumnya mungkin, banyak hal-hal yang menjadikan jiwa ini galau.Sisi ekstrimnya ialah : Ummi merupakan pribadi sangat labil, lemah menetapkan prinsip dan mudah merasa bersalah.

Walau dua dasawarsa kemudian, karakter masa lalu masih terasa sisanya. Ummi beruntung ditempa Ksatrian, hingga sedikit demi sedikit mengasah keraguan menjadi kehati-hatian memutuskan. Sedangkan karakter mudah minta maaf bergeser pada gemar istighfar di manapun dan kapanpun, kecuali di tempat yang tidak diperkenankan syariat.

Maka, pertemuan berkala dengan senior yunior alumni wanita praja ini, sungguh menghangatkan hati dan tambah takut terhadap Kebijaksanaan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Betapapun gigih kita memperbaiki diri, niscaya takkan tegak hijrah kepribadian, tanpa Ridha-Nya. Pabila berhasil mengubah manajemen keseharian, itupun bukan sesuatu yang layak dibanggakan.

Sekali lagi, tanpa Rahmat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, kita bukan apa-apa.


Dalam bingkai : Senior putri kami suatu saat pernah berkata, mungkin karena kelangkaan kuota alumni Kawah Candradimuka di seluruh penjuru Nusantara. Maka, ketegaran tak hanya berakhir pada hamparan juang Lapangan Parade. Bahkan ketika mengabdi-pun, bisa saja kami harus menghayati kesendirian. Sebab, mungkin kurangnya pemahaman dari sesama perempuan. Walaupun, kami ini sebenarnya ya hanya wanita biasa saja. Butuh teman bercerita dan bercanda. 😊


Meski demikian, Ummi sadar diri. Harus selalu jeli memaknai ketangguhan. Memang, Alumni Wanita Praja Ksatrian STPDN-IPDN pernah ada yang mengalami pembinaan fisik puluhan, ratusan hingga ribuan kali dalam sehari. Subhanallaah.

Ummi sendiri 20 tahun silam pernah menjalani paket push up, sit up dan pompa bumi 1000 hitungan; jika ditotal mulai dari aerobik pagi, apel setelah makan bersama hingga dihukum senior malam harinya. Sekarang mah, boro-boro. Lima hitungan aja udah ngap-ngapan 😀

Kalian gak salah baca. Iya, seribu hitungan

Akan tetapi, seluruh tempaan fisik itu bukan ukuran ketangguhan seorang hamba di hadapan Allah. Badan boleh sehat, tenaga boleh kuat, namun jiwa yang tangguh sebagaimana tersabda Rasulullah ﷺ ialah :

Hati yang mampu menahan amarah.

Kita semua, apapun latar belakang pengetahuannya, boleh jadi berjuang keras untuk sesabar itu. Setangguh itu.

Semoga Allah ﷻ memudahkan.

Dalam Bingkai : Kumpulan dokumentasi ini bukanlah sarana mengeksklusifkan diri. Hanya sebagai pengingat, betapapun nikmatnya pengabdian itu, masih ada senyum-senyum kokoh namun penuh kelembutan. Jiwa-jiwa yang tegar, namun tegap dalam keberserahan.


Ummi juga tetiba ingat pesan pribadi yang masuk beberapa tahun silam. Dari senior asal Pulau Sumatera. Waktu itu pada media fesbuk, ketika akun Ummi masih aktif. Sekarang mah, udah dimatikan. Supaya fokus berkeluarga dan mengabdi saja hehe

Awalnya Beliau memuji karya-karya aksara Ummi. Lantas nyeletuk, "Berkat tulisanmu, Ksatrian jadi ga ada wibawa-wibawanya. Padahal kan kampus kita garang, Dek. Tapi dengan berbagai postinganmu, citra kami runtuh seketika". 😂

Japrian ini sebenarnya juga apresiasi positif. Berarti Beliau, atau mungkin para senior yunior lain yang membaca esai-esai di buku maupun website Ummi, mengakui ada sisi lain selaku penawar rasa sungkan bahkan jirih para pembaca, hingga masyarakat terhadap Ksatrian STPDN-IPDN.

Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى senantiasa memudahkan langkah kita semua untuk mengerahkan segenap daya upaya terbaik bagi nusa, bangsa dan agama.

Last but not least. Maka, memang tidak perlu diperselisihkan, manakah yang lebih penting. Pengabdian seorang wanita pada negara ataukah keluarga. Masing-masing memiliki keutamaannya.

Bagi yang teramanahi kedua hal ini, maka harus melipatgandakan kesabaran, kesungguhan dan ketulusan. Supporting system berupa lingkar terdekat yang memahami situasi ibu, adalah pondasi.

Suami siaga, anak-anak yang beranjak besar mendewasa, orang tua dan saudara menjaga rasa. Hingga tetangga yang berhati luas menerima keunikan warna.

Semangatlah. Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus 'ahaa.💕



ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ
مَاشَاءَ اللهُ تَبَارَكَ اللهُ

Komentar

Postingan Populer