Berlomba dengan Para Pendosa

Tayangan disunting menggunakan Aplikasi Canva

Begitu banyak ayat dalam Al-Qur'an yang memberikan informasi kepada kita, cara untuk meraih Rahmat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Ringkasnya, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mencintai hamba-hamba yang melakukan paling tidak satu dari beberapa hal berikut ini :

Insan yang senantiasa bersabar. Atau orang yang sungguh-sungguh dalam berjuang. Atau mereka yang selalu bersikap ihsan. Atau manusia yang gemar menginfakkan hartanya di jalan dakwah serta kebaikan, bahkan ciri ketakwaan jika amalan itu dilakukan saat lapang harta maupun sempit oleh kemiskinan. Dan sebagainya.

Ustadz Sonny Abi Kim (penggagas Pola Pertolongan Allah) dalam sebuah catatan hikmahnya mengungkapkan bahwa seluruh amalan di atas sangat berat dilakukan dengan istiqomah. Namun, terdapat satu ayat, yang dirasa familiar bagi kebanyakan manusia : 

Bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mencintai hamba-hamba yang senantiasa gemar bertaubat dan mensucikan diri. 

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Dalam bingkai : Hamba yang bertaubat diambil dari muslimah.or.id

Bukankah, pada hakikatnya kita semua adalah pendosa? Terlepas dari kekhilafan serta kesalahan itu dilakukan sengaja maupun tidak. Tersembunyi dan atau terang-terangan. Kecil bahkan besar. 

Setiap manusia, hatta para nabi dan rasul, pasti pernah berbuat salah. Maka, menterapi hati yang terpercik noda dosa, adalah dengan memperbanyak istighfar. Di samping meminta kemaafan sesama, apabila kekhilafan lisan maupun perbuatan itu menyakiti manusia. 

Para ulama bersepakat, bahwa taubatnya seorang pendosa lebih mulia di sisi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى daripada ibadahnya hamba shalih yang tidak merasa bersalah. Sebab dengan kepercayaan diri tidak memiliki dosa maupun aib tersebut, adalah kesombongan yang tersembunyi. 

Dalam bingkai : Muslimah yang menangis mohon ampun atas dosanya, diambil dari detik.com

Alkisah, seorang nabi di zaman Bani Israil berjumpa dengan sesosok pendosa yang tengah dalam pertaubatannya. Sepanjang perjalanan mereka berdua, di terik dan gersang padang pasir, terdapat awan kecil yang menaungi. Sehingga keduanya tidak merasa kepanasan dan kehausan.

Sang Nabi membatin, bahwa kehadiran segumpal awan yang menaungi perjalanan mereka merupakan mukjizat. Karena Sang Nabi shalih, wajar saja Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberi keistimewaan. 

Akan tetapi, kepercayaan diri Sang Nabi mendadak pupus, tatkala di persimpangan jalan ia berpisah dengan rekan pengelananya, yang konon mantan pendosa itu. Segumpal awan yang semula menaungi mereka berdua, sedikit demi sedikit bergeser dan mengikuti langkah sang pendosa yang bertaubat. 

Maka, Sang Nabi tersadar bahwa kedudukannya tidak lebih tinggi daripada jiwa fitrah yang terampuni.  

Dalam bingkai : awan di atas padang pasir, bersumber dari wallhere.com

Beberapa ulama negeri seperti Ustadz Adi Hidayat, Gurunda Salim Akhukum Fillah dan Tuan Guru Abdul Somad dalam berbagai kajian menitahkan : 

"Jika merasa tidak mampu bersaing dengan amalan para hamba shalih. Maka, berlombalah dengan taubatnya para pendosa". 

Lagi-lagi ini tentang pengaturan isi hati. Yang tiap detik gampang berbolak-balik. Semoga Allah ﷻ memudahkan dan meridhai kita semua untuk teguh dalam keimanan, kesabaran serta kebaikan.

Aamiin Yaa Rabb.

ٱلْحَمْدُ لِلَّٰهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ

Komentar

  1. Masya Allah, sepercik kebaikan yang ditebar dan menyirami kekeringan hati, lebih berharga dari beribu kebaikan yang tdk memberi manfaat. Makasih diks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillaah masyaa Allah tabarakarrahman. Siap, terima kasih telah membaca nggeh Kak.

      Hapus

Posting Komentar

Sila tinggalkan jejak komentar, saran, masukan, kritik dan segenap tanggapan. Ummi tidak setiap hari memeriksa blog ini. Namun, insyaa Allah diusahakan membalas semampunya apabila senggang. Terima kasih atas kunjungannya :)

Postingan Populer