Mengendapkan Naskah

 

Tayangan pembuka disunting menggunakan Aplikasi Canva. Lagu latar Loneliness karya Putri Ariani

Seperti pada umumnya pengarang, Ummi juga mengalami kebuntuan ide. Stuck pada naskah. Bahkan tidak berkarya sampai beberapa waktu. Hari. Pekan. Hingga pernah tidak menulis sama sekali -di luar tata naskah kedinasan kantor- dua tahun lamanya. 


Ummi memang tidak menjadwalkan. Gak pernah merencanakan, kapan harus menulis hikmah. Meski diunggah pada blog ini nyaris rutin sepekan sekali, antara Sabtu atau Ahad. Namun, bisa jadi, unggahan itu tabungan naskah beberapa bulan sebelumnya. 

Dalam bingkai : Ilustrasi seorang muslimah sedang menulis. Gambar diambil dari sini

Lantas, apa yang dilakukan jika sudah mengalami kebuntuan ide seperti itu?

Setiap penulis beda caranya ya. Namun, Ummi lebih memilih mengendapkan naskah. 

Berapa lama? Ini relatif. Setiap pengarang bisa berbeda-beda perlakuannya. Ummi pun juga tidak sama memperlakukan tiap naskah. Ada yang beberapa jam. Hari. Pekan. Bulan. Bahkan ada, bertahun-tahun baru Ummi tengok lagi naskah itu, baca kembali, edit sana-sini, lalu dikirimkan pada penerbit atau diposting pada blog. 

Selama mengendapkan naskah, Ummi juga berusaha mengalihkan perhatian, agar tidak hanya memikirkan karya itu. Media pengendapannya bisa disimpan pada file perangkat elektronik. Atau catatan pada buku tulis. Beberapa coretan di post it. Dan sejenisnya. 

Ummi mengalihkan segenap energi untuk aktivitas lain. Apalagi sebagai ibu dan istri, serta perempuan pekerja, pasti banyak hal yang dapat dilakukan. 

Aktivitas selaku istri, ibu dan perempuan pekerja yang dihiasi penyegaran diri. Seperti merendahkan kepala dan lama-lama bersujud ketika sholat, baik wajib maupun sunnah. Membaca ayat dan terjemah Al Qur'an. Menghikmati hadits dan makna sabda Baginda Rasulullah. Dan seterusnya.

Menghibur hati lewat sedikit piknik. Memandang pepohonan sekitar. Mendengarkan lagu favorit. Bercengkrama dengan sahabat ataupun tetangga. Menghayati konsep pemikiran dan keragaman kosakata pada karya pengarang lain dan sebagainya.

Dalam bingkai: ilustrasi seorang muslimah sedang penyegaran di tepi pantai. Gambar diambil dari sini

Insyaa Allah, Dzat yang Maha Mengetahui akan menyisipkan pemahaman dan hidayah pada tiap pengalihan perhatian itu. Hingga, kita bisa lebih bijaksana dan peka membaca karya yang telah diendapkan. Dapat menemukan celah kelemahan naskah, atau hal-hal yang perlu ditambahkan untuk mempercantik tulisan. 

Bagi Ummi, tidak terlalu penting apakah naskah itu selesai atau belum. Terbit atau tidak. Jika sekarang jamannya konten, berhasil di-posting atau hanya menjadi draft. Tidak masalah.

Ummi lebih mendahulukan hal-hal wajib dan utama. Bahkan, sejak dulu masih aktif bermedia sosial, tidak begitu mengikuti topik perbincangan yang sedang viral. Maka, catatan hikmah memang bentuk upaya memaknai petunjuk Allah yang sedang singgah di kepala 😄

Sekali lagi, ini kembali kepada pribadi pengarang masing-masing. Ummi tidak menjadikan karya tulisan fiksi maupun ilmiah sebagai sumber penghasilan utama dan pertama. 

Tentu berbeda dengan mereka yang secara profesi memang bermata pencaharian sebagai pengarang. Apalagi yang memiliki deadline menulis dari penerbit, untuk lomba misalnya. Atau memang mempunyai kerjasama dengan pihak lain menyelesaikan proyek naskah dalam waktu tertentu. Perlakuannya terhadap tulisan, pasti tidak sama.

Intinya, senantiasa libatkan Allah dalam setiap kegiatan kita. Ketahuilah setiap hal secara menyeluruh. Laksanakan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Meski mungkin, bisa saja hasil kebaikannya bukan kita yang memetik. Bahkan, hingga ajal menjemput. Ternyata anak cucu dan keturunan kita yang mendapat hikmahnya. 

Tak mengapa. Allah sangat teliti perhitunganNya. Dan segala sesuatu tidak sia-sia. 

Semoga Allah ï·» meridhoi dan memudahkan.

ٱلْØ­َÙ…ْدُ Ù„ِÙ„َّٰÙ‡ِ رَبِّ ٱلْعَالَÙ…ِينَ
 Ù…َاشَاءَ اللهُ تَبَارَÙƒَ اللهُ

Komentar

Postingan Populer